Geliat warga semberjo Kampung Cempluk,mulai kelihatan dengan munculnya potensi-potensi warga yang berbasis talenta/passion. Cak Budi Ayin seorang warga cempluk dibantu temannya Wahyu yang juga pemuda dari kampung cempluk. Mereka sama-sama berinisiatif untuk mengembangkan potensi bakatnya yaitu dengan mencoba mengulik dengan kreatifitasnya,diantaranya dengan membuat sebuah instrument musik dawai yang berasal dari limbah kaleng. Limbah-limbah kaleng ini mereka kumpulkan termasuk limbah kayu2 bekas atau dari instrument yang sudah rusak seperti gitar akustik yang rusak,mereka coba komodifikasi dengan merakit dari bbahan-bahan limbah tadi. Sehingga di tangan mereka berdua jadilah sebuah instrument musik dawai yang tentunya menambah khasanah dari geliat produktif kampung cempluk. Munculnya Instrument-instrument musik yang berbasis kampung ini,menarik untuk di cermati.
Mengapa demikian?? karena ini salah satu penguatan aspek PASSION PRENEUR yang telah di miliki kampung cempluk sebagai respon dari BRAND KAMPUNG yang dimilikinya yaitu dengan pemahaman INTANGIBLE ASSET ( aset yang tidak berbenda) yang tentunya ini bisa di optimalkan menjadi sebuah potensi Mikro kreatif berasal dari khasanah kampung. Dan hal ini berlaku di semua lini aspek,tidak hanya berbasis seni budaya ,tetapi juga aspek lingkungan,tehnologi dan tentunya secara otomatis bisa berdampak pada aspek ekonomi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut kemudian melahirkan relasi-relasi sosial baru yang mampu menembus ruang. Ruang yang dibentuk oleh relasi-relasi sosial tersebut mengakibatkan terciptanya kegiatan dalam memenuhi hubungan pertemanan dan ketetanggaan. Hal ini disebabkan ruang sebenarnya bukan sekedar tempat tinggal saja melainkan tempat berkembangnya norma-norma dan nilai-nilai sosial yang membentuk pengetahuan, sikap serta tindakan baik yang bersifat individu maupun kelompok. Oleh sebab itu, masyarakat membuat konstruksi sosial tentang ruang tempat tinggalnya. Dengan adanya hal tersebut maka masyarakat akan mudah menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di ruang tempat tinggal mereka serta dapat mengelola kehidupan sosialnya sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang terbentuk dan disepakati melalui ikatan ruang yang dikembangkan sesuai dengan hakikatnya, dalam hubungan ini untuk menopang kehidupan masyarakat pendukungnya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah (Picard, 2006: 247-249).
Teori Konstruksi Sosial Realitas
Teori ini merupakan ide atau prinsip utama dari kelompok pemikiran dan tradisi kultural. Ide ini menyatakan bahwa dunia social tercipta karena adanya sebuah interaksi antar manusia. Komunikasi dengan pendekatan kultural ini terinspirasi dari buku yang ditulis oleh dua sosiolog kenamaan, Peter Berger dan Thomas Luckman, pada tahun 1966, berjudul The Social Contruction of Reality ( Konstruksi Sosial Realitas). Teori konstruksi sosial realitas berpandangan bahwa masyarakat yang mempunyai kesamaan budaya akan memiliki pertukaran makna yang berlangsung terus menerus. Di antara para ahli social kontemporer yang membuat banyak asumsi mengenai konstruksi social adalah Rom Harre, (1979). Ia mengakui bahwa manusia memiliki aspek individual dan sosial, dan seperti pengalaman lainnya, diri manusia dibentuk oleh teori pribadinya. Orang pada dasarnya mencoba untuk memahami dirinya dengan menggunakan ide atau teori mengenai manusia (personhood) dan teori mengenai diri (selfhood).