“… yang benar, orang itu menjadi tua justru karena mereka berhenti mengejar mimpi ” Gabriel Garcia Marquez
Tiba-tiba teringat quote dari novelis kelahiran Kolombia yang pernah menerima penghargaan Nobel Sastra pada tahun 1982, saat bertemu sosok Andang Bachtiar – Geologist Merdeka kelahiran Malang 1961 yang saat ini menetap dan bekerja di Paris, Perancis: merencanakan dan mengeksplorasi migas di sepuluh negara (Eropa, Amerika Utara-Kanada, Amerika Latin, dan Afrika) bersama perusahaan Maurel et Prom, Perancis.
– di salah satu studio digital kemarin sore (25/12).
Cuti kerja dan datang ke Malang bersama istrinya Retno Andang hanya ingin menuntaskan “proyek rekaman” album lagu dari karya puisi-puisinya. Kesukaannya akan sastra muncul sejak jaman sekolah. Dia pernah mendirikan Teater Putih di SMA. Sempat kuliah di Sastra Inggris IKIP Malang selama tiga bulan sebelum kesasar di Geologi ITB.
Dikutip dari websitenya, “Saya sebenarnya tidak suka bidang teknik, lha wong dua tahun terakhir sebelum ke Bandung kegiatan saya di Malang isinya baca puisi, main teater, dan nyanyi saja ke mana-mana. Makanya, ketika sudah kecemplung masuk ITB saya bingung mau pilih jurusan apa. Ketika dalam keadaan bingung memilih jurusan itu, saya melihat sejumlah mahasiswa gondrong di salah satu pojok belakang kampus ITB di bawah pohon karet. Gondrong, pakai jaket, tampang agak seram, tapi bukan mahasiswa Seni Rupa. ‘Enak sekali, mereka nyanyi terus.. Sepanjang waktu.’ Ternyata, mereka mahasiswa Geologi. Saya pun kuliah di Geologi ITB sampai lulus Maret 1984. Sejak kesasar di Geologi ITB itu sampai sekarang saya mencintai Geologi .”
Jejak karir Andang Bachtiar sendiri cukup panjang. Ketua IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) selama dua periode: 2000 – 2002 dan 2002 – 2005. Sampai sekarang masih menjadi bagian dari Tim/Dewan/Board penasehat IAGI.
Sejak 2002, aktif sebagai anggota Dewan Pakar FKDPM (Forum Konsultasi Daerah Penghasil Migas) yang pada 2014 berubah nama menjadi ADPM (Asosiasi Daerah Penghasil Migas). Pada Maret 2015, setelah 13 tahun ikut membangun FKDPM/ADPM di Dewan Pakar, menyediakan diri untuk mengurus organisasi menjadi Sekertaris Jenderal ADPM hingga sekarang. Harusnya di tahun 2020 ini jabatan Sekjen selesai dan tidak akan diteruskan karena posisi keberadaannya yang tinggal di luar negeri.
Bersama Danny Hilman, ahli gempa LIPI, dia bergabung membentuk Tim Peneliti Katastrofi Purba tahun 2012. Dia berperan sebagai Koordinator Geologi Lapangan dan Pemboran sampai akhirnya tim itu berevolusi menjadi TTRM (Tim Terpadu Riset Mandiri) Gunung Padang yang meneliti Gunung Padang sampai akhir 2014.
Pernah membantu Pemerintah dengan menjadi Anggota DEN (Dewan Energi Nasional) masa bakti 2014 – 2019 dan berkantor di DEN sebagai AUPK (Anggota Unsur Pemangku Kepentingan). Delapan orang anggota lainnya disebut sebagai AUP (Anggota Unsur Pemerintah) adalah menteri-menteri terkait urusan Energi; Menteri ESDM, Menteri Perindustrian, Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan, Menteri Bappenas, Menteri Ristek, Menteri Pertanian, dan Menteri KLH. Ketua DEN adalah Presiden dan Ketua Hariannya adalah Menteri ESDM. Berhubung satu dan lain hal akhirnya dia mundur resmi dari keanggotaan DEN pada September 2017 setelah 3,5 tahun lebih mencoba menyesuaikan diri dengan birokrasi – politik pemerintahan yang ada di sana.
Andang pernah juga membantu Menteri ESDM dengan menjadi Tenaga Ahli di tahun 2015 – 2016 dan juga jadi Ketua Komite Eksplorasi Nasional (KEN) dari April 2015 sampai Agustus 2016, sampai komite ini dibubarkan oleh pengganti Menteri ESDM yang baru pada saat beberapa program “quick win” mulai dijalankan (yang akhirnya juga dihentikan karena KEN sendiri dibubarkan).
Andang suka mengajar — terutama mengajar geologi. Sejak awal 2000-an, dia mulai mengajar di kursus-kursus singkat geologi terutama terkait sedimentologi, stratigrafi, geokimia, dan sistem minyak bumi untuk kalangan migas dan perguruan tinggi. hampir di setiap kursus yang dia ajarkan selalu ada lebih dari 50% kegiatan lapangan: memahami proses-proses geologi dan sedimentologinya, juga menganalisis inti batuan. Prinsip dasar dalam mengajar adalah “Back to Basic, Look at the Rocks”. Pada tahun 2009, mulai mengajar rutin S1 di jurusan Geologi Institut Teknologi Medan (ITM), lalu tahun 2011, mulai mengajar rutin S2 di program Magister Geofisika Reservoir FMIPA Universitas Indonesia (UI). Mata kuliah di ITM yaitu Sedimentologi (semester ganjil) dan Stratigrafi (semester genap), sementara di UI mengajar Sedimentologi (semester ganjil) dan Seismic Stratigraphy (semester genap). Kedua pekerjaan mengajar ini dia hentikan pada akhir tahun 2017 karena kepindahannya ke Paris di awal 2018.
Setelah tahun lalu bertemu dengan musisi Malang yang pentas di KBRI di Perancis dan meminta mereka untuk menginap di rumahnya, gairah kecintaan akan sastra lebih hebat lagi. Pandemi tak menyurutkan semangatnya. Dia berkolaborasi, membuat karya musik yang bersumber dari puisi-puisinya. Puisinya sendiri lebih banyak tentang aspek-aspek bumi yang dia maksudkan untuk dinarasikan secara indah.
Rencananya, karya ini akan dia sampaikan di ruang-ruang seminar dan pengajaran di tahun depan. Dengan pendekatan keindahan dalam bentuk puisi dan musik, dia berharap para kolega, mahasiswa juga pekerja yang menggunakan ilmu geologi termotivasi untuk lebih banyak belajar.
“Makin tua, makin banyak yg harus dikerjakan ” celetuknya, pria ramah yang low profile dan sama sekali tak nampak glamour meski dunia yang gelutinya adalah dunia yang duitnya tak berseri.
Salam baik,
Yono Ndoyit, 26 Desember 2020